Pengalaman Sex Ku hari ini menceritakan cerita yang agak unik berbeda dari biasanya karena menurut orang-orang ini cerita yang akan bisa mendapat pembaca ramai karena ceritanya sangat seru sekali, tanpa berlama-lama lagi ini lah CeritaNakal yang dimaksud,
Istriku memang sengaja tidak membangunkan aku karena tadi malam aku pulang jam 4 pagi baru sampai rumah. Karena memang pekerjaanku sebagai auditor ini dituntut selalu dikejar target laporan, beruntung dalam teamku bekerja ada satu wanita yang bebas dengan segala sesuatu, sebut saja Vio dialah yang semalam memberikan service kepadaku untuk mengurangi keteganganku dalam bekerja, menurutnya bersetubuh dengan orang lain bukan hal tabu lagi buat dia karena dia tidak mempermasalahkan jika suaminya juga berkencan dengan orang lain, yang penting dalam prinsip dia adalah tidak lihat langsung saat kejadian tersebut.
Aku yang masih enak dikasur masih teringat dengan kejadian yang mantap semalam aku tersenyum bahagia, sebetulnya saya bisa pulang awal jam 10 malam karena memang saat itu aku dan Vio sedang horny-hornynya jadi kita bisa 3 ronde sampai akhirnya pagi menyambut kita.
“Walah…repot nih, pikirku. “Lagi sendiri, eh ngaceng.” Kebetulan, di rumah tidak ada pembantu, karena istriku, Oliv, lebih suka bersih-bersih rumah sendiri dibantu kedua anakku. “Biar anak-anak gak manja dan bisa belajar mandiri. Lagian, bisa menghemat pengeluaran,” kata istriku. Aku setuju saja karena itu kemauan dia.
Kurebahkan tubuhku di sofa ruang tengah, setelah memutar film porno. Sengaja kusetel, biar hasratku cepet tuntas. Setelah kubuka celanaku, aku sekarang hanya pakai kaos, dan tidak pakai celana. Pelan-pelan kuurut dan kukocok batangku.
Tampak dari ujung lubang batangku melelehkan cairan bening, tanda bahwa birahiku sudah memuncak tinggi. Aku pun teringat Felicia, sahabat istriku. Kebetulan Felicia ada keturunan Chinese. Dia adalah sahabat istriku sejak dari SMP sampai kuliah, dan sering juga mampir kerumahku. Kadang sendiri, kadang bersama keluarganya.
Ya, aku memang sering berkhayal sedang menyetubuhi Felicia. Tubuhnya mungil, setinggi Vio, tapi lebih berisi. Yang kukagumi adalah kulitnya yang sangat-sangat-sangat putih sekali, seperti warna patung lilin. Dan pantatnya yang bulat nan indah, sering membuatku ngaceng kalo dia berkunjung.
Aku hanya bisa membayangkan seandainya tubuh mulus Felicia bisa kujamah, pasti nikmat sekali. Fantasiku ini ternyata membuat batangku makin keras, merah padam dan cairan bening itu mengalir lagi dengan deras. Ah Felicia…seandainya aku bisa menyentuhmu..dan kamu mau ngocokin batangku..begitu pikiranku saat itu.
Lagi enak-enak ngocok sambil nonton bokep dan membayangkan Felicia, terdengar suara langkah sepatu dan seseorang memanggil-manggil istriku.
“Liv…Oliv…aku dateng,” seru suara itu…
Oh my gosh…itu suara Felicia mau ngapain dia kesini, pikirku. Kapan masuknya, kok gak kedengaran? Felicia memang tidak pernah mengetuk pintu kalau ke rumahku, karena keluarga kami sudah sangat akrab dengan dia dan keluarganya.
Belum sempat aku berpikir dan bertindak untuk menyelamatkan diri dari ruangan tengah, tau-tau Felicia udah nongol di ruang tengah, dan
“AAAHHH…ANDREEEEEEEE…!!!!,”jeritnya. “Kamu lagi ngapain?”
“Aku…eh…anu…aku….ee…lagi…ini…,”aku tak bisa menjawa pertanyaannya. Gugup. Panik. Salting. Semua bercampur jadi satu.
Orang yang selama ini hanya ada dalam fantasiku, tiba-tiba muncul dihadapanku dan straight, langsung melihatku dalam keadaan telanjang, gak pake celana, Cuma kaosan. Lagi Ngaceng pula.
“Kamu dateng kok gak info dulu sih?” aku protes.
“Udah, sana, pake celana dulu!” Pagi-pagi telanjang, nonton porno sendirian,lagi ngapain sih?”ucapnya sambil duduk di kursi didepanku.
“Yee…namanya juga lagi horny…ya udah mending colai sambil nonton porno. Lagian anak-anak sama mamanya lagi pergi ke sekolah. Ya udah, self service,”sahutku.
“Udah, Ndre. Sono pake celana dulu. Kamu gak risih apa?”
“Ah, tanggung kamu dah liat? Ngapain juga dtitutupin? Telat donk,”kilahku.
“Dasar kamu ya. Ya, udah deh, aku pamit dulu. Salam buat istrimu. Sana, terusin lagi.” Felicia beranjak dari duduknya, dan pamit pulang.
Buru-buru aku mencegahnya. “Fel, ntar dulu lah…,”pintaku.
“Apaan sih, orang aku mau ngajak Vio jalan, dia nggak ada ya udah, aku mau jalan sendiri aja,”sahutnya.
“Bentar deh Fel. Tolongin aku, gak lama kok, paling sepuluh menit,”aku berusaha merayunya.
“Gila ya!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”Felicia protes sambil melotot. “Kamu jangan macem-macem deh, Ndre. Gak mungkin aku lakuin itu,”sergahnya. “fel,”sahutku tenang. “Aku gak minta kamu untuk melakukan hal itu. Enggak. Aku Cuma minta tolong, kamu duduk didepanku, sambil liatin aku colai.” “Gimana?”
Felicia tidak menjawab. Matanya menatapku tajam.
“Ok, Fel. Aku janji gak deketin apalagi sentuh kamu. Tapi, sebelum itu, kamu juga buka bajumu dong…pake Bra sama CD aja deh, gak usah telanjang. Kan kamu dah liat punyaku, please ya?” aku merayunya dengan sedikit memelas sekaligus khawatir.
“Hemmmm…iya deh. Aku bantuin deh…tapi bener ya, aku masih pake BH dan CDku dan kamu gak nyentuh aku ya. Janji ya” katanya. “Tapi, tunggu. Aku mau tanya, kok kamu berani banget minta tolong begitu ke aku?”
“Yaaa…aku berani-beraniin diri aja…toh aku gak nyentuh kamu, Cuma liat doang. Lagian, kamu dah liat punyaku? Terus, aku lagi colai sambil liat porno…lah ada kamu, kenapa gak minta tolong aja, liat yang asli?” ucapku.
“Dasar kamu. Ya udah deh, aku buka baju di kamar dulu.”
“Gak usah, disini aja,”sahutku.
Perlahan, dibukanya kemejanya…dan…ah payudaranya itu menyembul keluar. payudaranya yang terbungkus Bra sexy berwarna merah itu…menambah kontras warna kulitnya yang sangat putih dan mulus. Aku menelan ludah karena hanya bisa membayangkan seperti apa isi BH merah itu.
Setelah itu, diturunkannya zip celana jeansnya, dan dibukanya kancing celananya. Perlahan, diturunkannya jeansnya…sedikit ada keraguan di wajahnya. Tapi akhirnya, celana itu terlepas dari kaki yang dibungkusnya.
Wawwww…aku melongo melihatnya. Paha itu putih sekali. Lebih putih dari yang pernah aku bayangkan. Tak ada cacat, tak ada noda. Selangkangannya masih terbungkus celana dalam mini berbahan satin, sewarna dengan Bra nya. Sepertinya, itu adalah satu set Bra dan CD.
“Nih, aku udah buka baju ya sesuai ucapan kamu. Dah, kamu terusin lagi colinya. Aku duduk aja.”
Felicia segera duduk, dan hendak menyilangkan kakinya. Buru-buru aku cegah.
“Duduknya jangan gitu dong…”
“Ih, kamu tuh ya…macem-macem banget. Emang aku musti gimana?”protes Felicia. “Nungging, gitu?”
“Ya kalo kamu mau nungging, bagus banget,”sahutku.
“Sorry yee…emang gue apaan,”cibirnya.
“Kamu duduk biasa aja, tapi kakimu di buka dikit, jadi aku bisa liat celana dalam sama selangkanganmu. Toh vagina kamu gak keliatan?”usulku.
“Iya…iya…ni anak rewel banget dah. Mau colai aja pake request macem-macem,” Felicia masih saja protes dengan permintaanku.
“Begini posisi yang kamu mau?”tanyanya sambil duduk dan membuka pahanya lebar-lebar.
“Yak sip.” Sahutku. “Aku lanjut ya colinya.”
Sambil memandangi body Felicia, aku terus mengocok tongkolku, tapi kulakukan dengan perlahan, karena aku gamau cepet-cepet ejakulasi. Sayang soalnya, kalau pemain dengan langka ini berlalu terlalu cepat. Aku pun mengoceh, tapi Felicia tidak menanggapi omonganku.
“Oh…Fellll….kamu kok mulus banget siiiihhh….”aku terus menceracau. Felicia menatapku dan tersenyum.
“Susumu montok bangeeeettttt… pahamu sekel dan putiiiihhhhhhhhh….bikin aku ngaceng, Feeelllll……”
Felicia terus saja menatapku dan kini bergantian, menatap wajahku dan sesekali melirik ke arah batangku yang terus saja
mengeluarkan lendir dari ujung lobangnya.
“Pantatmu, Liiiinnn….seandainya kau boleh megang….uuuuhhhhh….apalagi kena batangkuu….uuufff…..pasti muncrat aku….,” aku merintih keenakan dan menceracau memuji keindahan tubuhnya. Sekaligus aku berharap, kata-kataku dapat membuatnya terangsang.
Felicia masih tetap diam, dan tersenyum dikit matanya mulai sayu, dan dapat kulihat kalo nafasnya seperti orang yang sedikit sesak nafas. Kulirik ke arah celana dalamnya…oppsss….aku menangkap sinyal kalo ternyata Felicia mulai ternagsang dengan apa yang ku lakuin.
Karena celana dalamnya berbahan satin dan tipis, jelas sekali terlihat ada cairan di sekitar selangkannya. Duduknya pun mulai gelisah sedikit-sedikit.
Tangannya mulai meraba dadanya, dan tangan yang satunya turun meraba paha dan selangkangannya secara pelan. Tapi Felicia nampak ragu untuk melakukannya. Mungkin karena dia belum pernah melakukan ini dihadapan orang lain.
Kupejamkan mataku, agar Felicia tau bahwa aku tidak memperhatikan aktivitasku. Dan benar saja…setelah beberapa detik, aku membuka sedikit mataku, kulihat tangan kiri Felicia meremas payudaranya dan wawww…Bra sebelah kiri ternyata sudah diturunkan.
Astagaaa..!!! puting itu pink sekali…sudah tegak mengacung kulihat. Meski sudah melahirkan, dan memiliki satu anak, aku akui, payudara Felicia lebih bagus dan kencang dibandingkan Vio. Kulihat tangan kiri Felicia memelintir putingnya, dan tangan kanannya ternyata telah benrmain di arah celana dalamnya.
“Sssshh….oofff….hhhhhh…..:” Kudengar suara nya mendesis seolah menahan kenikmatan. Aku kembali memejamkan mataku dan meneruskan kocokan pada batangku sambil menikmati rintihan-rintihan Felicia.
Karena mataku masih terpejam karena melihat keindahan Felicia, Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang hangat…basah…lembut…menerpa tongkol dan tanganku.
Aku membuka mata dan terpekik. “Fel…kamu…,” aku agak sedikit tersedak.
“Aku gak tega liat kamu menderita, Ndre,”sahut Felicia sambil membelai batangku dengan tangannya yang lembut.
My goshhh…perlahan mimpi dan obsesiku menjadi kenyataan. batangku dibelai dan dikocok dengan tangan Felicia yang mulus. Aku mendesis dan membelai rambut Felicia. Kemudian secara spontan Felicia menjilat tongkolku yang sudah bener-bener sewarna kepiting rebus dan sekeras kayu. Dan…hap…! Sebuah kejadian tak terduga tetapi sangat kunantikan…akhirnya batangku masuk ke mulutnya. Ya, batangku dihisap Felicia. Sedikit lagi pasti aku memperoleh lebih dari sekedar cunilingis.
Tak tahan dengan perlakuan sepiha Felicia, kutarik pinggulnya dan buru-buru kulepaskan CDnya.
“Kamu mau ngapain, Ndre?” Felicia kesar sambil menghentikan hisapannya. Aku tidak menjawab, jariku sibuk mengusap dan meremas pantat putih yang montok, yang selama ini hanya menjadi khayalanku.
“Ohh..Fel…boleh ga aku megang pantat sama memew kamu?” kataku.
“Terserah…yang penting kamu puas.”
Segera kuremas-remas pantat Felicia yang montok. Ah, obsesiku tercapai…dulu aku hanya bisa berkhayal, sekarang, tubuh Felicia terpampang dihadapanku. Puas dengan pantatnya, kuarahkan jariku turun ke vaginanya. Felicia merintih menahan rasa nikmat akibat usapan jariku sambil menghisap batangku.
“Ahh…Feellll…enak bangeeeeett….sssshhh…….” aku menceracau menikmati irama lidah dan hangatnya mulut Felicia saat mengenyot batangku. Betul-betul menggairahkan melihat bibir dan lidahnya yang merah menyapu lembut kepala dan batang kelelakianku. Hingga akhirnya….
“Fel….bibir kamu lembut banget sayaaaannggg.
“Keluarin sayang…batang kamu udah berdenyut tuh….udah mau muncrat kannn….”
“I…iiy…iiyyaaa….fir….Oooofffffffff….. argggghhhhhhhhhh…..”
Tak dapat kutahan lagi. Bobol sudah pertahananku. Crottt…..crooottt….crooootttt…
Spermaku muncrat sejadi-jadinya di muka, bibir dan dada Felicia . Tangan halus Felicia tak berhenti mengocok batang kejantananku, seolah ingin melahap habis cairan yang kumuntahkan
Ohhhh goshhhh…….my dream come true….. Obsesiku tercapai…pagi ini aku muncratin pejuku di bibir dan muka Felicia.
“Fel…kamu gak geli sayang…? Bibir, muka sama dada kamu kena spermaku?”
Felicia menggeleng dengan pandangan sayu. Tangannya masih tetap memainkan tongkolku yang sedikit melemas.
“Kamu baru pertama kali kan, mainin kontol orang selain suami kamu?”
“Iya, Ndre. Tapi kok aku suka ya…terus terang, bau sperma kamu seger banget beda deh pokoknya…kamu rajin makan buah sama sayur ya?” tanya Felicia.
“Iya…kalo gak gitu, Vio mana mau nelen sperma aku.”
“Aihhh….” Felicia terpekik. “Vio mau nelen sperma?”
Aku mengangguk. “Keapa Fel? Penasaran sama rasanya? Lah itu spremaku masih meleleh di muka sama dada kamu. Coba aja rasanya,” sahutku.
“Mmmm…ccppp…sslluurppp….” terdengar lidah dan bibir Felicia mengecap spermaku. Dengan jarinya yang lentik, disapunya spermaku yang tumpah didada dan mukanya, kemudian dijilatnya jarinya sampe bersih. Hmmm….akhirnya spermaku masuk kedalam tubuhnya.
“Iya, Ndre, sperma kamu kok enak ya. Aku gak enek pas nelen sperma kamu…”
“Mau lagi ?”
“Ih…kamu ya…masih kurang emang, Ndre?”
“Laa ini baru oral belum masuk ke meki kamu, Fel.” Sahutku…”Tuh, liat…bangun lagi kan?”
“Dasar ya….”
“Bener kamu gak mau spermaku ? Ya udah kalo gitu, aku mau bersih-bersih dulu.”ancamku sambil bangkit dari kursi.
“Mau sih…Cuma takut kalo Vio dateng…gimana dong….” Felicia merajuk.
Perlahan kuhampiri Felicia, kuminta dia duduk di sofa, sambil kedua kakiya diangkat mengangkang.
Kulihat mekinya yang licin karena cairannya meleleh akibat perbuatan jariku.
“Hmmm…Fel…meki kamu masih basah…kamu masih horny dong…”tanyaku.
“Udah, Ndre….cepetan deh…nanti istrimu keburu dateng…Lagian aku udah…Auuuwwww….!!!! Ohhh..Shhhhh…….” Felicia yang merintih tiba-tiba saat lidahku menari diujung klitorisnya.
“Ndreee…kamu gilaaa yaaa…” bisiknya samil menjambak rambutku.
Kumainkan lidahku dikelentitnya yang udah membengkak. Jari ku menmainkan bibir vagina Felicia yang semakin membengkak. Perlahan kumasukkan telunjukku, niat mencari G-spotnya.
Akibatnya luar biasa. Felicia makin meronta dan merintih. Jambakannya ke rambutku makin kuat. Cairan birahinya makin membasahi lidah dan mulutku. Tentu saja hal ini tak kusia-siakan.
Kusedot kuat agar aku dapat menelan cairan yang meleleh dari vaginanya. Ya…aroma vagina Felicia lain dengan aroma vagina istriku. Meskipun keduanya tidak berbau amis, tapi ada sensasi tersendiri saat kuhirup aroma kewanitaan Felicia.
“C’mon..Ndree…I can’t stand…owhhh…ahhhhhh…shhhh……c’mon honey….quick…quick….”
Aku paham, gerakan pantat Felicia makin liar. Makin kencang. Kurasakan pula mekinya mulai berdenyut…..sebentar lagi dia pasti akan meledak, pikirku.
“Ting…tong…”bel rumahku berbunyi.
“Mas…..mas Andree….”suara wanita didepan memanggil namaku.
Sontak kulepaskan jilatanku. Felicia memandang wajahku dengan wajah pucat. Aku pun memandang wajahnya dengan jantung berdebar.
“Ndree..kok kayaknya suara Rina ya…” Felicia bertanya
“Wah..mau ngapain sih dia kesini…..aduh gawat dong…”ucapku ketakutan. “Udah Fel, kamu masuk kamarku dulu deh…cepetan…”
Segera Felicia beranjak masuk ke kamarku, mungkin sekalian membersihkan tubuhnya karena dikamarku ada kamar mandi. Aku tau ada ekspresi kecewa di wajahnya, karena Felicia hampir meledakkan orgasmenya, yang terputus oleh kedatangan Rina, sahabatnya sekaligus sahabat istriku.
Setelah kupakai kaos dan celana yang kuambil dari lemari dan cuci muka sedikit, aku menuju ke ruang tamu, membuka pintu.
“Halo, mas….apa kabar..?” sahut Rina begitu melihatku membuka pintu.
“Baik, kok. Ayo masuk dulu. Tumben pagi-pagi, kayaknya ada yang penting?” tanyaku sekaligus mengajak Rina menuju ruang tengah. Mataku sedikit terbelalak melihat pakaiannya. Bagaimana tidak?
Kaos ketat menempel dibadannya, dengan celana spandex ketat berwarna putih. Aku melihat lipatan yang indah di selangkangannya menandakan bahwa didaerah itu tidak ada bulu jembutnya, dan saat aku berjalan dibelakangnya, tak kulihat garis celana dalam mebayang di spandexnya. Hmm…mana mungkin dia gak pake CD..mungkin pake G-string, pikirku.
Kami berdua segera menuju ruang tengah. Untung saja, film bokep yang aku setel udah selesai, jadi Rina gak sempat melihat film apa yang tengah aku setel.
“Ini lho mas, aku mau anter oleh-oleh. Kan kemarin aku baru dateng dari Jepang. Nah, ini aku bawain …. sedikit bawaan lah, buat kamu sama Vio. Itung-itung membagi kesenangan.”
“Wah…tengkyu banget lho…kamu baik banget”
“Ah, biasa aja kaleee..hehehe” Kami berdua sejenak ngobrol-ngobrol, karena memang sudah beberapa bulan Rina gak berkunjung ke rumahku. Rina ini adalah salah satu sahabat istriku, selain Felicia.
Diam-diam, akupun juga terobsesi dapat menikmati tubuhnya. Ya, Rina seorang wanita yang mungil. Tinggi badannya gak lebih dari 155cm. Bandingkan dengan tinggiku yang 170. Warna kulitnya putih, tapi cenderung kemerahan. Hmm..aku sering berkhayal lagi ngentotin Rina, sambil aku gendong dan aku rajam mekinya dengan batangku. Pasti dia merintih-rintih menikmati hujaman batangku.
“Hey…bengong aja…ngeliatin apa sih..” tegur Rina.
“Eh…ah…anu…enggak. Cuma lagi mikir, kapan ya gw bisa jalan-jalan sama kamu…”
Eits..kok ngomongku ngelantur begini sih. Aduh…gawat deh…
“Alaaa..mikirin jalan-jalan apa lagi ngeliatin sesuatu?” Rina melirikku dengan pandangan curiga.
Mati aku…berarti waktu aku ngeliatin bodynya, ketahuan dong kalo aku melototin selangkangannya. Wah….
“Ya udah, mas. Aku pamit dulu, abis Vio pergi. Lagian,dari tadi kamu ngeliatin melulu. Takut aku…tar diperkosa sama kamu deh..hiyyy…” Rina bergidik ambil tertawa.
Aku hanya tersenyum.
“Ya udah, kalo kamu mau pamit. Aku gak bisa ngelarang.”
“Aku numpang pipis dulu ya.” Rina menuju kamar mandi di sebelah kamarku.
“Iya.”
Tepat saat Rina masuk kamar mandi, sambil melangkah Felicia keluar dari kamarku.
Aku terkejut, dan segera menyuruhnya masuk lagi, karena takut ketahuan. Ternyata CD Felicia ketinggalan di kursi yang tadi didudukinya waktu sedang aku jilat memiawnya. Astagaaa…untung saja Rina gak sempet ngeliat…atau jangan-jangan dia udah liat, makanya sempat melontarkan pandangan menyelidik? Entahlah.
“Cepeeeett..ambil trus ke kamar lagi.”perintahku sambil berbisik.
Felicia mengangguk, segera menyambar CDnya dan…
“Ceklek….!”
Pintu kamar mandi terbuka, dan saat Rina keluar, kulihat wajahnya terkejut melihat Felicia berdiri terpaku dihadapannya sambil memegang celana dalamnya yang belum sempat dipakainya. Ditambah keadaan Felicia yang hanya memaki kaos, tetapi dibawah tidak memakai celana.
Akupun terkejut, dan berdiri terdiam. Hatiku berdebar, tak tahu apa yang harus kuperbuat atau kuucapkan. Semuanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan tak terelakkan. Kepalaku terasa pening.
“Felll…? Kamu lagi ngapain?” Rina bertanya dengan wajah bingung campur kaget.
“Eh…anu…ini lho…”kudengar Felicia gelagapan menjawab pertanyaan Rina.
“Kok kamu megang celana dalem? Setengah telanjang pula?” selidik Rina. “Oohhhhhhh…aku tau…pasti kamu berdua lagi berbuat yaaa…?”
“Enggak Rin. Ngaco kamu, orang Felicia lagi numpang dandan di kamarku kok.” potongku membela diri.
“Terus, kalo emang numpang dandan, ngapain dia di ruangan ini, pake bawa celana dalem lagi.” Udah gitu telanjang juga..Hayolohhhh!!!” Rina bertanya dengan galak.
“Sini liat.” Rina menghampiri Felicia dan cepat merebut celana dalam yang dipegang Felicia, tanpa perlawanan dari Felicia.
“Kok basah…?”Rina mengerutkan keningnya. “Naaaaahhh..bener kan…hayooooo….kamu ngapain…?”
“udah deh, Rin…emang bener, aku lagi mau ML sama Felicia. Belum sempet aku entot, sih. Baru aku jilat-jilat mekinya, keburu kamu dateng.” Aku menyerah dan memilih menjelaskan apa yang barusan aku lakukan.
“Kamu tuh ya…udah punya istri masih doyan yang lain. Ini cewek juga sama aja ih, gatel ngeliat suami sahabatnya sendiri.” Rina memaki kami berdua dengan wajah merah padam.
“Terserah kamu lah…kamu mau laporin aku sama Felicia ke polisi…silakan. Mau laporin ke Vio…terserah….”ucapku pasrah.
“Hmm…kalo aku laporin ke Vio…kasian dia. Nanti dia kaget. Kalo bawa ke polisi….ah…repottt.” Rina bimbang apa yang hendak akan dilakukannya.
“Gini aja deh. Aku gak laporin ke mana-mana. Tapi ada syaratnya.” Rina memberikan suatu penawaran kepadaku.
“Apa syaratnya, Rin?”
“Ga berat kok. Gampang banget malah.”
“Iya, apaan syaratnya?” Felicia ikut bertanya
“Terusin apa yang kamu berdua tadi lakuin. Aku duduk disini, mau nonton. Bagaimana?”
“WHAT?” aku dan Felicia berteriak bebarengan. “Gila ya, masa mau nonton orang lagi ML?”
“Ya terserah kamu. Mau pilih mana…?” Rina mengancam dengan senyum kemenangan.
Aku dan Felicia saling berpandangan. Kuhampiri Felicia, kubelai tangan dan rambutnya. Felicia seolah memahami dan menyetujui syarat yang diajukan Rina. Segera saja kulanjut dengan kulumat bibirnya yang ranum dan tanganku meremas pantatnya yang sekel. Felicia segera membuka kaosnya.
Sambil terus berciuman dan meremas pantatnya, kubimbing Felicia menuju sofa. Kurebahkan ia disana, dan dengan cekatan dilepaskannya kaos dan celana ku sehingga aku sekarang telanjang bulat di hadapan Felicia dan Rina.
Aku melirik Rina, yang duduk menyilangkan kakinya. Kulihat wajahnya menegang seperti tegangnya batangku. Aku tersenyum-senyum kearahnya, sambil memainkan dan mengocok-ngocok batangku, seolah hendak memamerkan kejantananku.
“Ayo, ndre…cepetan deh…udah gak tahannih , honey…” Felicia merintih. “Biarin aja si Rina…paling dia juga udah basah.”
“Enak aja kamu bilang.” bantah Rina. “Udah buruan, aku pengen liat kayak apa sih kalian kalo ML.”
Aku menatap mata Felicia yang mulai sayu dan tersenyum. Setelah melepas seluruh pakaiannya, sempurnalah ketelanjangbulatan kami berdua. Tak sabar, segera kusosor meki Felicia yang sudah becek oleh lendir birahinya.
“Ahhhh….sshhhh….ooouufffff…Andreeeeeeee….” Felicia menjerit dan mengerang menerima serangan lidahku. Pantatnya terangkat keatas, mengikuti irama permainan lidahku.
Hmmm…nikmat sekali. mekinya berbau segar, tanda bahwa meki ini sangat terawat. Dan yang membuatku girang adalah lendir mekinya yang meleleh deras, seiring dengan makin kuatnya goyangan pinggulnya.
“Hmmmff…Andre…Andre…sayaaaanngg.. akh…akh…akkkkkuu…” Felicia da terus merintih. Nafasnya tersengal-sengal, seolah ada sesuatu yang mendesaknya. “Aku……mmmhhhhh…ssshhh….”
“Keluarin sayang….keluarin yang banyak…..” aku berbisik sambil jari tengahku terus mengocok memiawnya, dan jempolku menggesek itilnya yang sudah sangat keras. Baik itil maupun meki Felicia sudah benar-benar berwarna merah, sangat basah akibat lendirnya yang meleleh, hingga membasahi belahan pantat dan sofa.
Segera aktivitas tanganku kuganti dengan jilatan lidahku lagi. Hal ini membuatpaha Felicia menegang, tangannya menjambak rambutku, sekaligus membenamkan kepalaku ditengah jepitan pahanya yang menegang. Aku merasakan mekinya berdenyut, dan ada lelehan cairan hangat menerpa bibirku.
“ANDREEEEEEEEEEE…..AAAAAGGGGHHHHHHHHH……” Felicia menjerit keras, menjepit kepalaku dengan pahanya, menekan kepalaku di selangkangannya dan berguncang hebat sekali.
Tak kusia-siakan lendir yang meleleh itu. Kusedot semuanya, kutelan semuanya. Ya, aku juga tidak mau membuang lendir kenikmatan Felicia. Sedotanku pada mekinya membuat guncangan di badan Felicia makin keras…dan akhirnya Felicia terdiam seperti orang kejang. Tubuhnya kaku dan gemetaran.
“Oooohhhh…Ndreee…aaahhh…..” Felicia menceracau sambil gemetaran.
“Enn..en….Nik…mat…bangett….sssseee….dotaaan…sama jiilatan kkk…kamu…”
Kulihat Felicia tersenyum dengan wajah puas. Segera kuarahkan bibrku melumat putingnya yang sudah keras dan kemerahan. Meskipun sudah melahirkan dan menyusui dua anak, payudaranya Felicia sangat terawat, kencang. Dan putingnya masih arna kemerahan. Siapa lelaki yang bisa tahan melihat warna puting seperti itu, apalgi sekarang puting merah itu benar-benar masih keras dan mengacung meski pemiliknya barusan menggapai titik turn on.
“Shhh…Dreeeee…iihhhh…geli….” Felicia menggeli saat kuserbu putingnya. Aku tidak mempedulikan rintihannya. Kulumat putingnya dengan ganas sehingga badan Felicia mulai mengejang lagi.
“Acchhh….Andreee….sayaaaannggg…” Felicia merintih. “Terus sayang…iss…ssseeeppp…pen….til…kuhh…oooggghhhhhhh hh……”
Tanpa aba-aba, segera kusorongkan batangku yang memang sudah mengeras seperti kayu ke meki Felicia. Blessss…….
“Ahhhhkkk…..mmmmppppfff…..ooooooggggghhhh….” pantat Felicia tersentak kedepan, seiring dengan menancapnya tongkolku di mekinya. Kutekan batangku makin dalam dan kuhentikan sejenak disana.
Terasa sekali meki Felicia berkedut-kedut, walaupun tergolong super becek.
“Ayo, ndre…..goyang batang kamuh….akk….kkuuuu….udah mau…keluarrrrr…laggiiiihhh…” Felicia merintih memohon.
Segera kugocek tongkolku dengan ganas. “crep.crep…cplakkk….cplaakkkk…cplaakkkk ….” suar gesekan batangku dengan meki Felicia yang sudah basah kuyup nyaring terdengar. Tak lupa kulumat bibirnya yang ranum, dan tanganku menggerayang memilin menikmati payudara dan putingnya.
Sesaat kemudian kulihat mata Felicia terbalik, Cuma terlihat putihnya. Kakinya dilipat mengapit pinggul dan pantatku. Tangannya memeluk ubuhku erat.
Felicia menjerit keras dan sekejap terdiam. Tubuhnya bergetar hebat. Terasa di batangku denyutan meki Felicia…sangat kuat. Berdenyut-denyut, seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur menyiram memewnya yang luar biasa becek.
Makin kuat kocokan tongkolku didalam meki Felicia, makin kencang pula pelukannya. Nafas Felicia tertahan, seolah tidak ingin kehilangan momen-momen mantap menggapai puncak kenikmatan.
Karena denyutan meki Felicia yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena lendir mekinya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yang memandang wajahku dengan mata sayu namun dengan kepuasan yang sangat tinggi .
“Ayo Dree…keluarin peju kamu…keluarin di dalem….” Felicia memohon.
“Kamu gak papa aku keluarin peju di rahim kamu?” tanyaku sambil terengah-engah.
“No problem honey…aku safe kok….” sahut Felicia. “C’mon honey..shoot your sperm inside…c’mon honey….”
”aku merasakan pejuhku mendesak. Kupercepat kocokanku, dan Felicia juga mengencangkan otot mekinya, berharap agar aku cepet muncrat.
AAAGGHHHHHHH………..” CCCCrrrrrooooooooootttt…..ccccrrrrooooooooottttt..cccrrrro ooooottttt…..tak kurang dari tujuh kali semprotan pejuhku. Banyak sekali pejuh yang kusemprotkan ke rahim Felicia, sampai-sampai ia tersentak. Kubenamkan dalam-dalam batangku, hingga terasa kepalaku seperti memasuki liang kedua. Ah….ternyata batangku bisa menembus mulut rahimnya. Berarti pejuhku langsung menyerbu rahimnya.
Ohhh…Drreeeee…enak banget sayang….nikmat, sayaaannggg…offffffhhhh……” Felicia merintih lagi. “Uggghhh…hangat sekali peju kamu, Ndre…” ucap Felicia. Setelah beristirahat sejenak dengan menancapkan tongkolku dalam-dalam, secara mendadak kucabu tongkolku.
“Plllookkkkk….”
Kupandangi meki Feliciayang masih membengkak dan merah dengan lubang menganga. Felicia segera mengubah posisi duduknya dan…ceeerrrrrr……pejuhku meleleh. Segera saja jemari Felicia meraih dan mengorek bibir mekinya, menjaga agar pejuhku tidak tumpah kesofa.
Akibatnya, telapak tangan Felicia belepotan penuh dengan pejuhku yang telah bercampur dengan lendir mekinya. Dengan pejuh di telapak tangan kanannya, Felicia menggunakan jari tangan kirinya,mengorek mekinya untuk membersihkan mekinya dari sisa pejuku.
“Berani kamu telen lagi?” tantangku.
“Idih…siapa takut….” Felicia balas menantangku. “Nih liat ya….”
Clep…dijilatnya telapak tangan yang penuh pejuhku…
“MMmmmm….slrrpppp….glek….aachhhh….” Felicia nampak puas menikmati pejuh ditangannya.
“Hari ini kenyang sekali aku…sarapan pejuh kamu duakali..hihihihi…” Felicia tertawa geli.
“Tuh…masih ada sisanya ditangan. Belum bersih.” Sahutku.
“Tenang, Dree..sisanya buat…ini.” Sambil berkata begitu, Felicia mengambil sebagian pejuhku dan mengusapkannya diwajahnya.
“Bagus lho buat wajah…biar tetep mulus…”sahut Felicia sambil mengering genit.
“Astagaaaa….kamu tuh, Fel…diem-diem ternyata…”kataku terkejut.
“Kenapa…? Kaget ya?”
“Diem-diem, muka alim..tapi kalo urusan birahi liar juga ya..”
“Ya iyalaaahhh..hari gini, Dre…orang enak kok ditolak.”
“Tau gitu tadi aku semprot dimuka kamu aja ya..” sesalku
“Iya juga sih..sebenernya aku pengen kamu semprot. Cuman aku dah gak bisa ngomong lagi…nahan enak sih..lagian aku pengen ngerasain semprotan pejuh kamu di meki.” Felicia tersenyum
“Eh, Dree…ssstttt…coba liat tuh…jailin yuk…..”ajak Felicia
Ya ampuuunnnn…aku lupa bahwa aktivitasku tengah diamat Rina. Segera kulirik Rina, yang ternyata tanpa kami sadari tengah beraktivitas sendiri.
yaitu dengan memasukan kedua jarinya ke rahim Rina aktivitas seperti itu bisa disebut juga dengan masturbasi Rina pun kulihat lihat Rina pun merasakan kenikmatan yang didapat saat melakuan maturbasi otot otot mukanya menegang kelihatan seperti nafsu yang telah lama terpendam tidak dilampiaskan.
Leave a Reply